tragedi-simpang-kka-sejarah-kelam-pelanggaran-ham-1999

Kasus pelanggaran HAM di Aceh cukup banyak tercatat di sejarah Indonesia. Sebagian besar kasus yang pernah terjadi bahkan melibatkan aparat militer sebagai pelakunya. Seperti apa yang terjadi pada awal Mei 1999.

Kala itu terjadi sebuah insiden berdarah di Simpang KKA, Kecamatan Dewantara, Aceh dimana sekumpulan demonstran ditembaki dengan oleh pihak aparat dengan peluru tajam. Kejadian yang merengut ebih dari 40 korban tewas ini tentu memberikan duka mendalam hingga dibangunlah sebuah monument peringatan untuk mengenang korbannya.


Apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu?


Apa itu Tragedi Simpang KKA?

Tragedi Simpang KKA atau dikenal juga dengan Insiden Dewantara serta Tragedi Krueng Geukueh merupakan sebuah peristiwa yang terjadi pada 3 Mei 1999 saat pecahnya konflik Aceh di Kecamatan Dewantara, Aceh. Dalam insiden ini terjadi pelanggaran HAM berat yang merujuk pada penembakan kerumunan warga yang berunjuk rasa memprotes penganiayaan warga di Cot Murong Lhokseumawe pada 30 April oleh pasukan militer.


Kronologi Tragedi Simpang KKA

Pada tanggal 30 April 1999 ada sebuah kabar hilangnya anggota TNI dari kesatuan Den Rudal 001/Pulo Rungkom. Anggota tersebut diklaim menyusup ke acara peringatan 1 Muharam di Cut Murong, pernyataan tersebut juga dikuatkan dengan adanya saksi mata ketika tengah mempersiapkan acara cerama magrib. Menanggapi hilangnya anggota tersebut, Pasukan militer Detasemen Rudal mulai menjalankan operasi pencarian masif yang melibatkan berbagai satuan seperti brigadir mobil (Brimob).


Dalam operasi tersebut aparat melakukan penangkapan pada 20 orang yang menggelar aksi kekerasan. Para korban yang ditangkap tersebut mengakui jika pihak TNI melakukan pihak penganiayaan seperti dipukul, ditendang hingga diancam.


Mengetauhi hal tersebut warga desa angsung mengirim utusan untuk bernegosiasi dengan komandan TNI, disana akhirnya komandan TNI mengakuinya dan berjanji kejadian tersebut tidak akan terulang lagi.


Pada 3 Mei 1999, satu truk tentara datang ke desa Cot Murong dan Lancang Barat dan langsung diusir oleh warga. Warga yang berunjuk rasa mulai bergerak menuju markas Korem 011 guna menuntut janji komandan sebelumnya.


Pada siang harinya demonstran tiba dan berhenti di persimpangan Kertas Kraft Aceh (KKA), lokasi ini sangat dekat dengan markas korem disini warga kembali mengirimkan lima orang untuk bernegosiasi dengan aparat.

Ketika negosiasi berlangsung, semakin banyak tentara yang datang danmengepung demonstran dari sinilah warga mulai terprovokasi hingga memberikan lemparan batu pada markas korem 011 dan membaar dua sepeda motor.


Tak berselang lama dari kericuhanm datang dua truk tentara dari Arhanud yang dijaga ketat oleh Detasemen Rudal 001/Lilawangsa dan Yonif 113/Jaya Sakti dan mulai menembaki demonstran.


Korban Tragedi Simpang KKA

Koalisi NGO HAM Aceh mencata setidaknya ada 46 warga sipil yang tewas dalam Tragedi Simpang KKA, selain itu mereka juga mencatat ada 156 orang terluka dan 10 orang hilang. Untuk mengenang insiden berdarh tersebut, kini dibangun sebuah monumen di Simpang KKA dan disana pula tercatat sebagian nama-nama korban tewas. Menurut pendataan Tim Komunitas Korban Pelanggaran HAM Aceh Utara (K2HAU) setidaknya ada 21 nama korban yang tercatat, yaitu:

  1. Karimuddin bin Yahya,
  2. Wardani binti Tgk Ben Puteh,
  3. Sudirman bin M. Badruddin,
  4. Yuni Afrita binti Abdullah,
  5. Yustina binti Abdul Muthaleb,
  6. Murdani bin Jafar,
  7. Nurmaniah binti Tgk Usman,
  8. Saddam Husein bin Razali,
  9. M. Nasir bin Tgk Buket,
  10. Jamaluddin bin M. Adam,
  11. Muchlis bin Muslem,
  12. Heri bin Rusli,
  13. Ramli bin Zakaria,
  14. Zainal bin Yakub,
  15. Hasanuddin bin Abdul Gani,
  16. Mulyadi bin Rajab,
  17. Murthala bin Tgk Ben Cut,
  18. A. Majid bin Umar,
  19. Khalid bin Syama’un,
  20. Razali bin Hanafiah
  21. Yuni bin Daud.


Mungkin Anda Suka