hukuman-mati-herry-wirawan-komnas-ham-vs-dpr

Jakarta – Herry Wirawan, pemerkosa tiga belas santriwati dituntut hukuman mati dalam persidangan yang berlangsung pada 11 Januari 2022.


Namun, tuntutan tersebut tidak disetujui oleh Komnas HAM karena dinilai bertentangan dengan hak asasi. Beka Ulung Hapsara, Komisioner Komnas HAM mengatakan dengan tegas, hak hidup bersamaan dengan tidak diperbudak, hak untuk kemerdekaan pikiran, dan hati nurani itu termasuk hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun.


Landasan Komnas HAM menolak hukuman mati bagi Hery Wirawan tertuang dalam konstitusi negara Indonesia, pada pasal 28 I Undang-undang Dasar (UUD) 1945.


“Hak-hak itu menjadi seperti “mahkota” yang harus kita hormati dan junjung tinggi sebagai hak paling mendasar,” terangnya.


Sementara itu, Arsul Sani, Anggota Komisi III DPR menilai bahwa Komnas HAM yang notabenenya adalah lembaga negara, namun menolak hukum positif yang masih berlaku di negeri ini terkesan aneh. Terlebih aturan pidana hukuman mati telah diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2-3/PUU-V/2007.


“Kalau MK sudah meneguhkan konstitusionalitas pidana mati dan kemudian ada lembaga negara punya tafsir sendiri atas aturan tersebut, maka menjadi aneh,” terangnya.


Terkait Pasal 28 I UUD 1945 yang disinggung oleh Komnas HAM, peraturan tersebut tidak berdiri sendiri dalam konstitusi dan memiliki keterkaitan dengan Pasal 28 C UUD 1945.


“Kami saja yang pembentuk undang-undang di DPR tidak berani punya tafsir sendiri yang menabrak tafsir dari MK,” kata Arsul.

Mungkin Anda Suka