bupati-langkat-tersangka-kpk-dan-diduga-miliki-budak-manusia

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Terbit Rencana Perangin-angin sebagai tersangka kasus suap terkait kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa Tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

 

Tidak hanya Terbit, Kepala Desa Balai Kasih Iskandar yang merupakan kakak kandung dari Bupati Terbit juga menjadi tersangka setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dalam kasus suap pengadaan barang dan jasa di Kab Langkat Tahun 2022.

 

Fakta mencengangkan, selain menjadi tersangka atas kasus korupsi, Terbit juga diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan terhadap puluhan manusia.

 

Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care mengungkap dugaan tersebut setelah menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara yang disertai dengan besi dan gembok di dalam rumah bupati tepatnya di lahan belakang rumah Bupati Langkat.

 

Anis menyebut ada tujuh tindakan perbudakan modern yang dilakukan. Salah satunya adalah keberadaan kerangkeng manusia untuk para pekerja. Kerangkeng ini ditemukan di lahan belakang rumah Bupati Langkat dan Iskandar.

 

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," Anis Hidayah, Ketua Migrant Care. 


Pihaknya menemukan dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan 40 orang pekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu, bukti yang dikumpulkan juga berupa video dan foto termasuk foto korban yang memperkuat adanya perbudakan. Bukti didapatkan setelah berlangsungnya operasi tangkap tangan oleh KPK pada tanggal 18 januari 2002.



Anis juga menyebut, jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada apa yang dilaporkan saat ini. Setelah bekerja 10 jam, mereka dimasukkan ke kerangkeng dan tidak memiliki akses kemanapun. Mereka juga hanya diberi makan dua kali sehari dengan tidak layak, tidak menerima gaji dan mengalami penyiksaan.

 

Praktik kejahatan lainnya yang dilakukan oleh Terbit adalah eksploitasi jam kerja, pembatasan ruang gerak, dan pelanggaran hak pekerja lainnya.

 

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis.

 

Situasi ini bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.

 

Terutama saat ini Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

 

Sementara itu, penyelidikan ke rumah Bupati Langkat ini akan dilakukan oleh Choirul Anam, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pihaknya menganggap kasus ini membutuhkan kecepatan dalam penanganannya.

 

 

"Terlambat sedikit kita akan semakin meruntuhkan kemanusiaannya. Jangan sampai hari ini hilang 1 gigi, karena kita lama responsnya besok hilang dua gigi, tiga gigi," ujar Anam.

 

Tim di Intern Divisi Pemantauan Komnas HAM juga sudah disiapkan guna mengurus dan memprioritaskan kasus ini dengan respon cepat. 

Mungkin Anda Suka