Dua kasus mafia tanah terjadi di Kabuapten Sampang dan Banyuwangi |
Jakarta – Dua kasus mafia tanah di Jawa Timur berhasil
diungkap atas laporan Polres Banyuwangi dan Polres Pamekasan. Kedua kasus itu
terjadi di Kabupaten Sampang dan Banyuwangi. Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut bahwa kedua
kasusnya sudah dinyatakan P21 sehingga satgas anti mafia tanah berhak
menetapkan lima tersangka.
AHY mengatakan untuk kasus tanah di Banyuwangi adalah saat tersangka
menggunakan surat kuasa palsu dalam proses pemisahan sertifikat. Kasus tersebut
menimbulkan kerugian hingga Rp. 17 milliar lebih karena adanya 1200 sertifikat
palsu dan masih di tahan di Kantor Pertanahan sesuai instruksi Satgas Anti
Mafia Tanah.
"Kerugian sekitar Rp17,769 M dengan luas tanah 14.250 meter persegi.
Potensi kerugian negara dari BPHTB dan PPH sebesar Rp506 juta," tegas AHY.
Kasus mafia tanah di Banyuwangi terjadi pada Januari 2023.
Kasusnya bermula saat korban AKR yang merupakan ahli waris tanah ingin
mengajukan proses pemisahan sertifikat. Ia menggunakan jasa P sebagai calo yang
kemudian dibantu oleh PDR untuk menunjukkan batas tanah kepada petugas BPN.
Kasus ini bermula dari korban yang ingin mengajukan proses
pemisahan sertifikat. Namun, korban menggunakan jasa tersangka P (54) sebagai
calo. Tersangka menggunakan surat kuasa, siteplan, stempel dan nomor registrasi
Kantor Dinas PU palsu. Prosesnya dilakukan berdua dengan tersangka PDR (34)
"Ahli waris tidak tahu pemisahan tersebut. Potensi kerugiannya Rp17,769 M.
Selain itu penting bagi kami rusaknya data di Kantor Pertanahan yang harusnya
jadi aset pemda tidak terealisasi," jelas Brigjen Pol Arif Rachman,
Kasatgas Anti Mafia Tanah.
Pihak kepolisian mengamankan barang bukti berupa satu unit
laptop, satu lembar kwitansi pembayaran pemisahan bidang dan beberapa dokumen.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP
tentang membuat, memalsu dan atau menggunakan surat palsu dengan ancaman pidana
maksimal 6 tahun penjara.
"Sedangkan kasus Pamekasan, di mana fakta terhadap objek perkara terbit
SHM 476 atas nama D. Tersangka 3 orang sedang diproses di Kejari Pamekasan. Ada
bukti dokumen dan beberapa pendukung," kata Arif.
Tiga orang tersangka dalam kasus di Pamekasan ini adalah B
(57), MS (53), dan S (51) yang berperan sebagai makelar. Korban berinisial D
yang memiliki tanah seluas 1.418 dan dijual oleh ketiga tersangka tanpa sepengetahuan
korban. Tersangka dijerat Pasal 385 ayat 1 e KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang
turut serta menjual tanah padahal diketahuinya yang mempunyai atau turut
mempunyai hak di atasnya adalah orang lain dengan ancaman 4 tahun penjara. (red)